Rumah Subsidi Kosong Tak Dihuni Tembus 60 sampai 80%

0
66

Rumah Subsidi Kosong Tak Dihuni Tembus 60 sampai 80%

Jumlah rumah subsidi tidak dihuni masih cukup tinggi. Hal itu tidak selaras dengan antusiasme masyarakat terhadap pemanfaatan program bantuan pembiayaan rumah subsidi melalui Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP).

Direktur Jenderal Perumahan Kementerian PUPR, Iwan Suprijanto menyampaikan, kuota FLPP tahun 2024 sebanyak 166.000 unit rumah subsidi telah habis terserap.

Kendati demikian, ia masih menemukan banyaknya rumah subsidi di beberapa provinsi yang kosong tidak dihuni. Tingkat kekosongannya mencapai 60 persen-80 persen.

Selain itu, Iwan juga menyoroti temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) terkait adanya pengalihan rumah bersubsidi kepada pihak-pihak lain yang tidak berhak.

“Oleh karena itu, pemerintah mendukung penambahan (kuota tahun 2024) FLPP ini, tetapi harus tepat sasaran,” ujarnya dalam temu wicara “Teknologi Properti Sebagai Akselerator Pertumbuhan Ekonomi Nasional” di Jakarta, Jumat (23/8/2024), dikutip dari Antaranews.

Rumah Subsidi Kosong Tak Dihuni Tembus 60 sampai 80%

Baca Juga : Desain Rumah Tahan Gempa yang Ideal di Indonesia

Rumah Subsidi Kosong Tak Dihuni Tembus 60 sampai 80%

Untuk itu menurut Iwan, pemerintah masih memiliki banyak pekerjaan rumah dalam hal penyediaan perumahan, salah satunya terkait data riil backlog perumahan.

Adannya penurunan angka backlog perumahan dari 12,7 juta unit pada tahun 2021 menjadi 9,9 juta unit pada 2023 hanyalah sebuah indikasi.

Pada kenyataannya, pemerintah masih belum memiliki data individual yang spesifik mengenai masyarakat yang masuk dalam kategori membutuhkan rumah.

“Selain itu, data mengenai kelompok masyarakat yang belum memiliki rumah layak huni juga masih belum lengkap,” pungkas Iwan.

Sederet Alasan Rumah Subsidi Tak Dihuni

Badan Pengelola Tabungan Perumahan Rakyat (BP Tapera) pernah mengungkapkan sederet alasan rumah subsidi FLPP tidak dihuni oleh penerima manfaat.

Berdasarkan siaran pers BP Tapera pada Rabu (10/7/2024), ketidakhunian tersebut disebabkan oleh berbagai faktor seperti keluarga 29,19 persen, pekerjaan 26,19 persen, ekonomi 17,66 persen, hunian atau perumahan 11,06 persen, serta lainnya 15 persen.

Dari faktor keluarga, penyebabnya beragam mulai dari tinggal dengan orang tua untuk sementara waktu karena merawat mereka yang sedang sakit, masih tinggal di tempat tinggal lama (keluarga), menunggu anak sekolah naik kelas baru kemudian pindah ke rumah baru (yang diperoleh dari FLPP), menunggu istri melahirkan baru kemudian pindah ke rumah baru, dan lain-lain.

Kemudian faktor pekerjaan, dari pindah tempat kerja, masih dalam masa dinas pasca-pendidikan militer masih harus tinggal di asrama, sedang dinas ke luar kota, dan lain sebagainya.

Lalu, dari faktor ekonomi disebabkan karena masih tinggal di kontrakan lama karena menyelesaikan masa sewa di kontrakan lama, masih mengumpulkan uang untuk biaya pindah dari tempat tinggal lama ke rumah baru (yang diperoleh dari FLPP), dan lain-lain.

Selanjutnya, dari faktor hunian atau perumahan, ketidakhuniaan rumah subsidi yakni belum dihuni karena sedang renovasi (penambahan dapur).

Sementara lainnya adalah Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR) meninggal dunia, tidak dihuni karena sudah pelunasan dipercepat (sudah bukan MBR), masih perlu tambahan waktu untuk pindah tempat tinggal, dan masih banyak lagi.