Merokok Di Rumah Juga Bentuk KDRT

0
80

Merokok Di Rumah Juga Bentuk KDRT

YLKI menyebutkan bahwa perilaku merokok di rumah adalah bentuk kekerasan dalam hal ekonomi.

Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) mengategorikan kegiatan merokok di lingkungan rumah sebagai perilaku Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT). Ketua Pengurus Harian YLKI Tulus Abadi menjelaskan bentuk KDRT tersebut adalah menyebabkan seluruh penghuni rumah berisiko mengidap penyakit yang dipicu oleh rokok.

“Kalau suami, istri, atau anak merokok di rumah, artinya minimal dia telah melakukan dua tindakan kekerasan dalam rumah tangga,” kata Ketua Pengurus Harian YLKI Tulus Abadi dalam diskusi soal Kawasan Tanpa Rokok di Jakarta, Selasa (14/11).

“Maka bapak dan ibu wajib menegur keras, laporkan ke pihak berwajib kalau perlu,” ujarnya.

Tulus menjelaskan pula, perilaku KDRT selanjutnya adalah kekerasan dalam hal ekonomi. Dengan membeli rokok, berarti mengalihkan  uang yang seharusnya dapat digunakan untuk membeli panganan yang bergizi, beralih untuk konsumsi rokok yang membawa risiko penyakit.

“Beli rokok seenaknya sendiri, anak gak dibeliin telur. Akibatnya stunting di DKI Jakarta tinggi. Masa kota kelas internasional masih ada stunting,” imbuhnya.

Terkait rokok, Tulus mengimbau kepada masyarakat untuk tidak merokok dan mengalihkan dana belanja rokok menjadi belanja lauk pauk yang bergizi.

YLKI  juga mendorong berbagai upaya pemerintah dalam membatasi penjualan dan penggunaan rokok di masyarakat.

RPP Rokok
Dia menyitir data Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) pada 2021 yang menyebutkan, pengeluaran keluarga untuk konsumsi rokok tiga kali lebih banyak daripada pengeluaran untuk belanja protein.

Terhadap hal sama, Direktur Jenderal Kesehatan Masyarakat Kementerian Kesehatan (Kemenkes) Maria Endang Sumiwi telah mengajak kaum pria, khususnya para bapak, untuk berkontribusi pada program penurunan angka stunting dengan cara mengalihkan belanja rokok kepada kebutuhan protein untuk pertumbuhan anak.

“Ini fokus kami, karena angka stunting di Indonesia masih relatif tinggi menurut kategori WHO maksimal 20% populasi. Indonesia masih 21%, kalau 30% balita berpotensi terpapar rokok di rumah tangga, ini jadi salah satu hambatan dalam menurunkan stunting,” ucapnya, dikutip dari Antara.

Merokok Di Rumah Juga Bentuk KDRT

Baca Juga : Ide Kamar Tidur Impian untuk Menginspirasi Retret Nyaman Anda

Merokok Di Rumah Juga Bentuk KDRT

Kini, pemerintah juga tengah menggodok aturan baru turunan Undang-undang (UU) No 17/2023 tentang Kesehatan berupa Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) tentang Pelaksanaan UU Kesehatan 2023 terkait Pengamanan Zat Adiktif (RPP Kesehatan).  PP ini akan mengatur soal peredaran produk tembakau dan rokok elektronik, termasuk sejumlah istilah yang larang digunakan.

Pembahas berharap RPP ini bisa rampung tahun ini.  Salah satu dasarnya adalah perlu pengaturan lebih rinci soal merokok. Apalagi kini prevalensi anak merokok di Indonesia yang sudah mencapai 3,2 juta menjadi salah satu dasar pemerintah menyiapkan RPP Kesehatan tersebut.

Di RPP itu ada juga soal rinci  penyelenggaraan kawasan tanpa rokok dan pencatatan pelaporan kawasan tanpa rokok. Juga diatur pula ketentuan lanjutan pengaman zat adiktif berupa produk tembakau dan rokok elektronik pada Pasal 152 ayat (1) dan (2) .

Jelas, RPP tersebut bertujuan untuk menurunkan prevalansi perokok dan mencegah perokok pemula. Yang juga disasar adalah kesadaran masyarakat untuk aktif bergerak ikut dalam upaya pengendalian produk tembakau dan rokok elektronik.