Industri Properti di Jabodetabek Diyakini akan Bangkit Kembali – Stabilnya tingkat inflasi di kisaran 5,1 persen, ditambah dengan nilai tukar rupiah terhadap Dolar yang bercokol di level Rp 13.200, diyakini bakal memperkuat sinyal perbaikan ekonomi nasional pada semester II-2017.
Kondisi ini menambah optimisme sejumlah kalangan bahwa sektor properti dan di wilayah Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi (Jabodetabek) segera tumbuh signifikan.
Wakil Pemimpin Divisi Penjualan Konsumer PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk, Yuki N Winanto, menyebutkan, kondisi inflasi yang baik, merupakan peluang bagi developer. Sebab, industri properti memiliki potensi besar untuk segera bangkit.
“Bagi industri perbankan sendiri,saat ini prosentasi KPR merupakan yang terbesar dibandingkan dengan kredit sektor lainnya,” kata Yuki, dalam diskusi Indonesia Housing Forum di Hotel Ambhara, Jakarta, baru-baru ini.
Yuki tidak menyangkal bila selama ini antara satu bank dengan lainnya menawarkan KPR dengan platform dan bunga yang berbeda. Sebab, sumber dana yang didapat masing-masing bank juga berbeda.
“Mustahil bank mau merugi, memberikan kredit dengan bunga dibawah cost of fund (biaya dana) yang mereka dapatkan dari pihak ketiga,” imbuhnya.
Pernyataan senada diungkapkan Kepala Divisi Konsumer PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk, Sutadi Prayitno. Menurutnya, industri properti nasional ke depan bakal tumbuh sebesar 12 persen hingga 13 persen seiring dengan kian jelasnya tanda-tanda perbaikan ekonomi.
“Bila sikap optimisme industri properti secara bertahap dan konsisten bisa diwujudkan mulai paruh kedua tahun ini, diharapkan backlog rumah akan tuntas pada 2030 mendatang,” katanya.
Sutadi mengungkapkan, selama ini pihaknya terus berupaya mengatasi stagnasi pasar yang terjadi di beberapa wilayah. Selain menawarkan program-program yang lebih kreatif dan inovatif kepada nasabah, kini layanan KPR Bank BRI juga menyebar lebih luas ke hampir 500 kantor cabang di seluruh Indonesia.
Hasilnya terbilang fantastis, dimana sepanjang periode Januari -April 2017, portofolio KPR-nya meningkat hingga dua kali lipat dibanding periode yang sama tahun sebelumnya.
“Tahun lalu angka KPR kami masih sebesar Rp400-500 miliar per bulan, selama empat bulan ini rata-rata mencapai Rp850-950 miliar per bulan,” ujarnya.
Sementara, pengamat Properti dari Savills Indonesia Anton Sitorus mengatakan, stagnansi pasar saat ini lebih disebabkan harga jual propeti yang masih belum terjangkau oleh mayoritas konsumen.
“Setidaknya, industri properti butuh waktu 1 hingga 2 tahun ke depan untuk men-judge harga agar sesuai dengan daya beli masyarakat,” kata Anton.
Kendala lain, lanjut dia, harga jual tanah yang terus melambung akibat ulah para spekulan. “Untuk mengatasi keadaan tersebut (stagnasi pasar), butuh kreatifitas dan inovasi dari para pengembang dan perbankan,” kata Anton.
sumber : beritasatu.com