Yuk…. Kenali 14 Tradisi dan Budaya Unik yang Ada di Indonesia – Indonesia, negara kepulauan yang memiliki banyak etnis, suku dan kepercayaan, memiliki beragam tradisi unik yang berbeda-beda tiap daerah dari ujung barat sampai ujung timur. Setiap daerah selalu punya cara untuk memikat pengunjungnya dengan tradisi unik yang mempesona dan malah membuat kamu heran sampai geleng-geleng kepala.
Tradisi, yang diturunkan dari generasi lama ke generasi baru, merupakan kebiasaan yang dilakukan sejak lama dan menjadi satu bagian dari kehidupan suatu kelompok yang pada umumnya terjadi di suatu negara, kebudayaan atau agama yang sama. Keberagaman tradisi di Indonesia membuahkan hasil yang mengejutkan di mana salah satunya melahirkan tradisi yang terbilang cukup tidak biasa. Lalu, Bagaimana ya unik dan khas nya tradisi dan budaya berbagai suku di Indonesia mulai dari upacara kematian hingga tradisi panen? Yuk…. Check it out!
pasangan yang telah berkeluarga di mana, secara adat, mereka diperkenankan untuk menentukan pasangan hidup selanjutnya ataupun tetap memilih untuk tidak menikah lagi.
Ritual Tiwah merupakan prosesi menghantarkan roh leluhur sanak saudara yang telah meninggal dunia ke alam baka dengan cara menyucikan dan memindahkan sisa jasad, yang diperkirakan hanya tinggal tulangnya saja, dari liang kubur menuju sandung dengan tujuan untuk melempangkan perjalanan roh atau arwah yang bersangkutan menuju Lewu Tatau (Surga dalam bahasa Sangiang) sehingga bisa hidup tenteram dan damai di alam Sang Kuasa. Sandung merupakan tempat yang menyerupai rumah kecil yang memang dibuat khusus untuk mereka yang telah meninggal dunia. Oleh karena banyak para wisatawan yang tertarik pada ritual yang hanya dilakukan warga dayak, maka Pemerintah provinsi Kalimantan Tengah menjadikan Ritual Tiwah yang unik dan khas sebagai objek wisata.
Tradisi Potong Jari – Papua
Sedih dan merenung merupakan sesuatu yang wajar kita rasakan saat kehilangan orang yang kita cintai. Beragam cara yang bias kita lakukan untuk menunjukkan rasa duka cita yang mendalam dan bagi suku Dani, memotong jari merupakan salah satu cara yang ditunjukkan untuk mengekspresikan betapa mereka sangat kehilangan orang yang mereka sayangi.
Dalam budaya suku Dani, jari diartikan sebagai suatu simbol kerukunan dan kekuatan dalam diri manusia di mana, jika kita cermati dengan seksama, perbedaan setiap bentuk dan panjang sebuah jari memiliki suatu kesatuan dan saling bekerjasama untuk membangun suatu kekuatan yang membuat tangan bisa berfungsi dengan sempurna sehingga bisa meringankan beban pekerjaan manusia. Kehilangan salah satu ruas jari bisa menyebabkan tidak maksimalnya tangan dalam bekerja sehingga apabila salah satu bagian hilang, maka hilang pula komponen kebersamaan itu.
Dalam kepercayaan suku Dani, seseorang yang telah meninggal masih memiliki hubungan dengan mereka yang masih hidup. Nah… agar supaya hubungan tersebut menjadi seimbang maka bagi mereka yang masih hidup wajib menyerahkan sebagian rohnya kepada yang sudah meninggal dan jari mereka lah yang dikorbankan. Tradisi potong jari ini biasanya dilakukan oleh wanita suku Dani di mana saat suami meninggal maka mereka wajib melakukan tradisi ini. Ayah, ibu maupuan saudara dekat dari wanita yang suaminya meninggal tersebut yang melakukan pemotongan jari tersebut.
Prosesi pemotongan jari dimulai dengan suatu upacara, di mana sang wanita harus membaca doa ritual khusus sebelum jarinya dipotong, dan kemudian tangannya diikat di antara sela-sela jarinya agar tidak mengeluarkan banyak darah saat dipotong tanpa menggunakan obat penahan rasa sakit atau apapun itu. Dalam tradisi suku Dani, mereka percaya bahwa kesedihan mendalam dan luka hati orang yang ditinggal mati keluarganya baru akan sembuh apabila luka dari jari tersebut sudah sembuh dan tidak terasa sakit lagi.
Akan tetapi pada saat ini pemerintah Indonesia sudah memberikan larangan untuk melaksanakan tradisi potong jari ini. Hal ini disebabkan tradisi ini dianggap kurang manusiawi. Dengan adanya larangan ini, tradisi potong jari ini sudah tidak ada. Namun…. bukti-bukti adanya tradisi ini masih bisa dilihat pada ibu-ibu dan nenek-nenek suku Dani yang jarinya sudah terpotong.
Tradisi Pemakaman Suku Minahasa – Sulawesi Utara
Suku Minahasa mempunyai tradisi pemakaman yang unik dan beda dari tradisi lainnya di mana posisi orang yang telah meninggal menghadap ke utara dan didudukkan dengan tumit kaki menempel pada pantat dan kepala mencium lutut yang, menurut kepercayaannya melambangkan keadaan suci dan membawa kebaikan serta menandakan bahwa nenek moyang suku Minahasa berasal dari bagian utara. Orang yang telah meninggal tersebut dikubur dalam sebuah bangunan batu yang disebut waruga berasal dari dua kata yaitu waru, artinya rumah, dan raga, artinya badan, dalam bahasa Minahasa. Jadi waruga merupakan rumah tempat badan jasmani orang yang telah meninggal akan kembali ke surga.
Waruga pada umumnya berupa kotak batu dengan mempunyai atap genting yang berbentuk segitiga. Ada juga yang berbentuk bulat maupun segi delapan tapi jumlahnya sedikit. Waruga dibuat dari batu-batu gunung yang berat dan kokoh yang memiliki berat mencapai 100-400kg yang masih utuh nan besar. Beberapa waruga, terutama yang berasal dari daerah Tonsea, diberi ukiran relief, yang menggambarkan bagaimana orang tersebut meninggal. Akan tetapi, ada juga yang mengatakan bahwa hiasan-hiasan pada relief menggambarkan profesi saat orang itu masih hidup. Misalkan di relief waruga tersebut ada gambar binatang maka profesi orang yang dikubur di dalamnya adalah seorang pemburu atau hiasan orang yang sedang bermusyawarah menggambarkan profesi orang yang dikuburkan di waruga tersebut adalah seorang Dotu Tangkudu (hakim).
Brobosan – Jawa
Tradisi Brobosan, yang memiliki arti menerobos ini dilakukan saat upacara doa kematian, merupakan berjalan di bawah keranda yang tengah berhenti yang dikerjakan oleh anak cucunya, dengan cara bertukaran dan mengulang hingga tiga kali, saat sebelum jenazah diberangkatkan dan dikuburkan ke lianh lahat. Adapun maksud dari tradisi brobosan ini agar supaya keluarga yang ditinggalkan melupakan kesedihan dan merupakan bentuk penghormatan terakhir kepada mendiang.
Tradisi Brobosan ini dimulai dari sisi kanan jenazah, berbalik atau berputar ke depan serta masuk lagi dari sisi kanan. Semakin banyak dilakukan brobosan makin baik karena mempunyai maksud untuk mendapatkan tuah dari yang telah meninggal selain menghormati orang yang telah meninggal. Lebih-lebih apabila orang yang telah meninggal berusia panjang akan memberikan pengaruh kepada anak cucunya yang melakukan tradisi tersebut.
Bila yang meninggal itu seseorang wanita, maka yang melakukan tradisi brobosan itu terbatas pada sanak keluarga yang paling dekat dengan almarhumah. Demikian pula bila yang meninggal itu anak-anak atau remaja, maka tradisi brobosan itu tidak dilakukan.
Tradisi brobosan dilaksanakan secara berurutan sebagai berikut :
- Peti mati dibawa keluar menuju ke halaman rumah dan diangkat tinggi ke atas setelah upacara doa kematian selesai.
- Anak laki-laki tertua, anak perempuan, cucu laki-laki dan cucu perempuan berjalan berurutan melewati peti mati yang diangkat tinggi ke atas mereka selama tiga kali dan searah jarum jam.
- Urutan selalu diawali dari anak laki-laki tertua dan keluarga inti berada di urutan pertama hingga yang lebih muda beserta keluarganya mengikuti di belakang.
Rambu Solo – Toraja
Bila ada masyarakat Tana Toraja yang meninggal, maka diadakan pesta kematian yang disebut upacara Rambu Solo. Rambu Solo merupakan upacara kedukaan atau kematian yang dilaksanakan oleh keluarga yang ditinggalkan sebagai tanda penghormatan terakhir pada mendiang yang telah pergi. Adapun maksud dan tujuan daripada dilaksanakan upacara rambu solo ini adalah untuk mengantarkan arwah kerabat yang sudah meninggal menuju alam roh agar supaya kembali kepada leluhur mereka.
Bagi masyarakat Tana Toraja, Jenazahnya yang sudah melewati upacara rambu solo ini merupakan kematian yang sempurna. Apabila jenazahnya belum melewati upacara rambu solo ini, maka masih diberikan pakaian, makanan dan diajak berbicara.
Tahapan upacara rambu solo ini cukup rumit dan dilaksanakan hingga berhari-hari di mana keluarga mendiang yang melaksanakan upacara ini wajib menyediakan puluhan ekor kerbau jenis Tedong Bonga yang harganya berkisar antara 10 – 50 juta per ekornya dan babi untuk dikurbankan.
Jenazah yang sudah melewati upacara rambu solo ini diusung menggunakan tongkonan, sejenis rumah adat khas Toraja, menuju Pekuburan Londa yang merupakan makam yang berada di tebing – tebing dalam goa.
Hal yang unik dank has dari upacara rambu solo ini adalah pembuatan boneka kayu, konon katanya wajahnya kian hari kian mirip sama yang meninggal, yang dibuat sangat mirip dengan yang meninggal dan diletakkan di tebing.
Ngaben – Bali
Ngaben, upacara pembakaran atau kremasi jenazah yang dilakukan umat Hindu di Bali, merupakan sebuah ritual yang dilaksanakan untuk menghantarkan jenazah pada kehidupan mendatang. Dalam prosesi ini, posisi jenazah diletakkan seperti orang tertidur dan tidak ada air mata karena keluarga yang ditinggalkan beranggapan bahwa orang yang telah meninggal sedang tertidur dan jenazah hanya tidak ada untuk sementara waktu dan sedang menjalani reinkarnasi serta menemukan peristirahatan terakhir di Moksha. Moksha merupakan suatu keadaan di mana jiwa telah bebas dari roda kematian dan proses reinkarnasi.
Dalam ritual ini, ketika api mulai disulut, perlahan-lahan kobaran api akan membesar dan mulai berkobar menyulut sosok jenazah dan menghanguskan jasadnya yang dipercaya akan melepaskan segala ikatan keduniawian sehingga semakin terbuka kesempatan untuk melihat kebenaran dan keabadian, kesucian Illahi di alam sana.
Gigi Runcing Suku Mentawai – Kalimantan
Bagi wanita suku Mentawai, Kriteria wanita cantik harus memenuhi tiga Kriteria yaitu telinga yang panjang, tubuh yang dihiasi titi atau tato dan gigi yang runcing. Selain kecantikan, Ritual Meruncingkan Gigi diyakini wanita suku Mentawai untuk menjaga keseimbangan tubuh dan jiwa. Memerlukan waktu yang lama untuk meruncingkan seluruh gigi wanita suku Mentawai hingga terlihat seperti gigi Dracula yang akan menambah kecantikan dan menarik perhatian kaum pria suku Mentawai.
Kebo-Keboan – Banyuwangi
Kebo-keboan dalam bahasa daerah berarti kerbau jadi-jadian di mana peserta yang bertubuh tambun berdandan layaknya kerbau, dipilih sebagai simbol karena merupakan hewan yang diakui sebagai mitra petani di sawah dan tumpuan mata pencaharian masyarakat desa yang mayoritas sebagai petani.
Dalam acara ritual ini, laki-laki yang bertubuh tambun berdandan menjadi kerbau (kebo), lengkap dengan tanduk buatan dan lonceng di lehernya serta tubuhnya dilumuri dengan cairan hitam yang terbuat dari oli dan arang, menarik bajak mengelilingi sepanjang jalan desa dengan musik khas Banyuwangi dengan tujuan untuk meminta berkah keselamatan dan wujud bersih desa.
Tradisi Adu Betis – Sulawesi Selatan
Tradisi Adu Betis merupakan permainan rakyat Sulawesi selatan yang dilaksanakan setiap masa panen tiba. Sebelum tradisi ini dilakukan, para ibu berbondong-bondong membawa hidangan ke arena dan tetua kampung melaksanakan selamatan atau doa bersama. Tak lupa, tetua kampung juga membacakan jampi-jampi pada betis peserta agar supaya betisnya kuat dan dapat memenangkan pertandingan.
Yang lebih unik lagi, tradisi adu betis ini diselenggarakan di tempat yang dikeramatkan masyarakat Sulawesi Selatan yaitu sebuah pemakaman keramat yang letaknya agak jauh dari pemukiman penduduk dan dipercaya sebagai makam Gallarang Moncoloe, leluhur desa sekaligus paman dari raja Gowa Sultan Alaudin.
Tradisi adu betis dimulai dengan para peserta, baik tua maupun muda, yang sebagian besar merupakan para jawara ini membentuk sebuah lingkaran di tengah arena. Kemudian, dari lingkaran para jawara itu, masing – masing dua orang dari setiap tim bertanding satu sama yang lain di mana setiap orang dari masing – masing tim mempunyai tugasnya masing masing dengan salah satu orang yang memasang kaki dengan kuda-kuda yang kuat sebagai target adu betis sedangkan yang lain berdiri di belakangnya sambil menahan kaki rekannya dengan kakinya.
Tabuik – Sumatera Barat
Tabuik, dalam bahasa Arab berarti tabut atau peti kayu, merupakan benda yang berbentuk keranda bertingkat tiga yang terbuat dari kayu, rotan dan bambu dan diarak di tepi pantai untuk kemudian dibuang ke laut. Badan tabuik menyerupai kuda besar, bersayap lebar dan berkepala wanita cantik berambut panjang dan dikerjakan dari tanggal 1 hingga 9 Muharam oleh dua kelompok masyarakat Pariaman, kelompok Pasar dan Suberang sehingga ada dua buah tabuik dalam festival tersebut.
Menurut sejarah Pariaman, Festival Tabuik, bentuk usaha pembauran antara pasukan tamil yang dahulu adalah bagian dari pasukan Inggris dengan masyarakat Pariaman, merupakan sebuah upacara masyarakat Pariaman sebagai simbol dan bentuk ekspresi rasa duka yang mendalam dan rasa hormat umat islam di Pariaman atas wafatnya cucu Nabi Muhammad SAW, Hassan dan Hussain di Padang Karbala.
Dugderan – Semarang
Festival dugderan, berasal dari perpaduan bunyi dugdug dan bunyi meriam yang diasumsikan dengan derr yang mengikuti, merupakan penanda bahwa bulan puasa telah datang yang ditandai dengan arak-arak warak ngendok, bintang rekaan yang bertubuh kambing, berkepala naga dan memiliki kulit sisik emas. Festival dugderan yang telah dimulai sejak masa kolonial merupakan tradisi unik yang digelar di kota Semarang yang juga dinantikan para wisatawan yang ingin melihat langsung dugderan yang hanya ada di kota lumpia ini dan dipusatkan di daerah Simpang Lima.
Bakar Tongkang – Riau
Upacara Bakar Tongkang (Hanzi Sederhana : 仪式燃料的驳船 ; Hanyu Pinyin : Yíshì ránliào de bóchuán) atau singkatnya dalam Bahasa Hokkien dikenal sebagai Go Gek Cap Lak (Hanzi Sederhana :五月十六日) merupakan sebuah ritual tahunan masyarakat Bagansiapiapi yang telah terkenal di mancanegara yang berasal dari negara Malaysia, Singapura, Thailand, Taiwan hingga Tiongkok Daratan dan masuk dalam kalender visit Indonesia.
Ritual Bakar Tongkang ini berawal dari beberapa keluarga dari Tiongkok Daratan mencari tempat kehidupan yang baru dengan menggunakan kapal kayu dan merantau hingga sampai di suatu tempat yang mereka lihat adanya cahaya dan langsung bergegas menuju asal cahaya tersebut yang ternyata merupakan kumpulan kunang-kunang di atas tempat penampungan ikan. Tempat tersebut saat ini adalah Bagan Siapi-api. Seiring waktu berjalan, para perantau asal Tiongkok daratan ini merasa betah dan nyaman berada di tempat tersebut sehingga mereka membakar kapal kayu nya sebagai tradisi atau simbol bahwa mereka tidak akan kembali serta sebagai bentuk sesajen atau ritual bagi dewa mereka yang telah memberikan tempat kehidupan baru, dewa laut Ki Ong Ya dan Tai Su Ong yang digambarkan sebagai dewa dua sisi yang merupakan sumber dua sisi kehidupan, antara baik dan buruk, suka dan duka serta rejeki dan malapetaka.
Batombe – Sumatera Barat
Batombe, tradisi yang berasal dari nagari Abai, kecamatan Sangir Batang Hari, kabupaten Solok Selatan, provinsi Sumatera Barat, adalah pertunjukan balas-membalas pantun antara kaum laki-laki dan kaum perempuan.
Kesenian Batombe ini bermula dari kisah pembangunan Rumah Gadang (besar) 21 Ruang. Konon, sebelum masa penjajahan Belanda, wilayah yang saat ini dikenal sebagai Nagari Abai merupakan perkampungan yang masih sangat sunyi dan dikelilingi oleh hutan belantara sehingga menimbulkan rasa cemas dan was-was. Sewaktu-waktu, satwa liar yang mendiami hutan belantara seperti harimau, babi hutan dan ular bisa menjadi ancaman. Untuk itu, maka pucuk adat, tokoh agama, dan pemuka masyarakat melakukan musyawarah dan didapatkan kesepakatan untuk membangun rumah gadang 21 ruang.
Masyarakat mulai mempersiapkan pembangunan secara bergotong royong dengan mencari pohon yang tepat untuk dijadikan penyangga bakal rumah gadang dan bahan baku lainnya untuk bangunan yang diambil dari hutan yang ada di sekitarnya. Batang pohon tersebut ditebang dan dipotong-potong menjadi beberapa bagian seperti balok, papan dan kasau. Sedangkan kaum ibu menyiapkan makanan dan minuman bagi para pekerja.
Seiring dengan waktu, kepenatan pun tak dapat dielakkan dan melanda para pekerja sehingga pekerjaan pun perlahan-lahan menjadi tersendat. Melihat kondisi tersebut, timbullah ide untuk mengembalikan semangat bekerja dengan beberapa muda-mudi dan orang tua didaulat untuk mendendangkan pantun yang berisi petuah dan kata-kata pembangkit semangat sehingga banyak orang mulai ikut menari dengan irama lagu dan gerakan tari yang energik yang melecut kembali semangat bekerja. Hal inilah yang diyakini merupakan cikal bakal lahirnya kesenian Batombe.
Tatung – Singkawang
Salah satu budaya tradisi masyarakat Singkawang adalah kesenian Tatung, yang dalam bahasa Hakka artinya orang yang dirasuki roh, dewa, leluhur atau kekuatan supranatural yang disajikan pada perayaan Cap Go Meh setiap tahunnya.
Seorang Pendeta memimpin ritual pemanggilan tatung yang dilakukan dengan memanggil roh orang yang sudah meninggal dan diyakini merupakan roh-roh baik yang mampu menangkal roh jahat yang akan mengganggu keharmonisan hidup masyarakat, seperti panglima perang, hakim, sastrawan, pangeran, pelacur yang sudah bertobat dan orang suci lainnya, untuk merasuki tatung. Roh – roh baik yang dipanggil itu dapat merasuki siapa saja yang memenuhi syarat dalam tahapan yang ditentukan pendeta di mana para tatung tersebut diharuskan berpuasa selama tiga hari sebelum perayaan Cap Goh Mei.
Arak-arakan Tatung diawali dari Altar vihara setelah para pendeta menyajikan persembahan kepada dewa To Pe Kong dan minta berkah keselamatan. Dengan iringan gendering, para peserta pawai mengenakan konstum gemerlap pakaian kebesaran suku Dayak dan negeri Tiongkok di masa lampau dan melakukan atraksi kekebalan mereka di mana, sesekali mereka harus minum arak bahkan menghisap darah ayam yang secara khusus disiapkan sebagai ritual. Ada yang berdiri tegak di atas tandu, yang dipanggul oleh 4 orang, sambil menginjakkan kaki di sebilah pedang atau pisau layaknya pembesar dari negeri Tionghoa, ada yang menancapkan kawat-kawat baja runcing ke pipi kanan hingga menembus pipi kiri.
Baca Juga :
6 Cara Agar Yoga Di Rumah Makin Nyaman 4 Tips Agar Si Kecil Mau Tidur Sendiri Di KamarnyaHal Yang Harus Diperhatikan Ketika Membersihkan Kamar Anak
Itulah 14 tradisi dan budaya unik yang ada di Indonesia. Indonesia kaya akan suku dan budaya yang beragam yang membuat bangsa Indonesia menjadi bangsa yang kaya akan budaya.